Lihat Nih, Megahnya Kampung Pedagang Warteg di Tegal, Semua Rumah Mewah!


Warung Tegal atau yang umum dimaksud warteg telah menjamur di kota-kota besar. Rata-rata, pedagang warteg yang merantau di kota besar datang dari Desa Sidakaton serta Desa Sidapurna, Dukuhturi, Kabupaten Tegal. 

YERRY NOVEL, Tegal 

ORANG yang baru mencapai di Desa Sidakaton serta Desa Sidapurna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, juga bakal berdecak mengagumi akan. Di dua desa itu, nyaris seluruhnya bangunan rumah warga megah serta elegan. 

Halamannya juga luas serta dilengkapi taman. Sayangnya, rumah itu sering kosong serta cuma ditempati orangtua yang telah berusia. Ya, umumnya rumah elegan itu punya beberapa pedagang warteg yang merantau di kota-kota besar. 

''Ramainya bila Lebaran saja. Saat ini telah sepi lagi, '' kata Faizin, salah seseorang pedagang warteg, tempo hari. 

Kepala Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi, itu menjelaskan, sepanjang ditinggal merantau, rumah-rumah elegan itu cuma ditempati orangtua atau saudara si empunya rumah. Banyak juga rumah elegan yang dilewatkan kosong sampai rumput liar tumbuh subur di halamannya. 

''Sebagian kecil sertifikat rumah elegan itu ditanggungkan untuk utang di bank, '' tutur Faizin. 

Menurutnya, sertifikat rumah-rumah itu umumnya jadikan jaminan di bank lantaran keadaan pedagang warteg tengah paceklik. Keadaan itu dimulai dari harga sewa bangunan untuk warteg di Jakarta yang meraih Rp 25 juta-Rp 30 juta per th.. 

Terkecuali harga sewa bangunan yang selalu melambung, pedagang warteg kewalahan mencari karyawan (pembantu masak). ''Sidakaton serta Sidapurna yaitu dua desa yang bergandengan serta di kenal juga sebagai kampung warteg, '' ucapnya. 

Mulai sejak 1970-an, lanjut Faizin, warga di dua desa itu merantau ke Jakarta untuk buka warung kecil-kecilan. Waktu itu, warga perantau cuma jual makanan kecil serta gorengan. 

''Belum sediakan nasi komplit dengan sayur serta lauknya, '' tutur Faizin. 

Warteg, ungkap dia, alami kejayaan pada 1980-1990. Karena, harga sewa warung serta gaji karyawan waktu itu masih tetap murah. 

Sampai saat ini, diantara seputar 10 ribu warga Desa Sidapurna, 50 % masih tetap tekuni usaha warteg di Jakarta. Pedagang yang termasuk berhasil memperoleh pendapatan kotor Rp 3 juta-Rp 5 juta /hari. 

Dengan besarnya pendapatan itu, beberapa pedagang warteg dapat bangun rumah di kampung. Cost yang di habiskan rata-rata Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. 

''Sebanyak 500 diantara 2. 000 rumah di Sidapurna yaitu rumah elegan, '' jelas Faizin. 

Ketua Umum Pusat Koperasi Warung Tegal (Puskowarteg) Jaya Sastoro waktu dihubungi memberikan, pedagang warteg di Jakarta sekarang ini tertekan mahalnya harga-harga keperluan pokok sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2014. 

''Kami tak dapat asal menambah harga menu. Karena, pelanggan warteg itu rakyat kecil, '' tuturnya. 

System pengelolaan warteg juga termasuk juga unik. Ada yang tiap-tiap tiga bln. sampai empat bln. dikelola dengan cara bertukaran. 

Cuma, yang mengelola itu masih tetap ada jalinan keluarga. Hingga, rejeki masih tetap berputar diantara mereka. 

Makanan yang di tawarkan cukup simpel lantaran seperti masakan rumahan. Ada sayur lodeh, sup, tumis, tahu, tempe, telor goreng atau rebus serta ayam goreng. 

Sesaat, minumannya teh manis, es teh, ataupun es jeruk paling banyak didapati. Belum lagi ada pisang goreng ataupun tahu isi. 

Terkecuali dapat bangun rumah elegan, sebagian yang memiliki warteg di Jakarta dapat pula menggerakkan beribadah haji. Tetapi, umumnya, mereka itu telah memerankan usaha itu telah lama. 

Sebagian besar warga Jakarta yang memanglah datang dari kampung adalah satu argumen banyak pengunjung warteg. Hingga, usaha warteg dikira suatu hal yang menjanjikan untuk mengais rupiah. 

Sayang, usaha warteg belum merambah ke kota lain. Mereka masih tetap bergelut di Jakarta. 

Di ibu kota, jumlahnya dapat meraih beberapa ribu serta menyebar di beberapa pelosok. Bahkan juga, tidak ada 100 mtr., telah berdiri warung sejenis. 

Sesaat, di kota besar yang lain seperti Surabaya (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara) ataupun Makassar (Sulawesi Selatan) kurang berkembang. (*/fat/JPG/c5/diq)
Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
Unknown
admin
29 September 2015 pukul 10.09 ×

warteg sekarang harganya udah sama sama resto padang. udah menunya cuma serba oseng gitu2 aja bosen! plus pelayannya pada centil n jutek. meningan makan nasi padang, rasa lebih enak harga sama.

Congrats bro Unknown you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar
Thanks for your comment