MUI menyebutkan BPJS Kesehatan tidak cocok syariat Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengambil keputusan penyelenggaraan Tubuh Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai sama prinsip syariah. Hingga, MUI mendorong pemerintah lakukan service jaminan sosial berdasar pada prinsip syari’ah dan mengaplikasikan service sempurna.
Ketentuan MUI itu di sampaikan dalam sidang pleno Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia th. 2015 di Pesantren at-Tauhidiyah pada 7-10 Juni 2015 lantas.
" Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terlebih yang berkenaan dengan akad diantara beberapa pihak, tak sesuai sama prinsip syariah lantaran memiliki kandungan unsur gharar (penipuan), maisir (perjudian), serta riba, " sekian catat MUI dalam laman resminya.
Menurut MUI, program transaksional yang dikerjakan oleh BPJS Kesehatan belum mencerminkan rencana ideal jaminan sosial dalam Islam. Hal itu, berdasar pada perspektif ekonomi Islam serta fiqh mu’amalah, dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI serta sebagian literatur seperti Alquran-Hadis.
" Ditambah lagi, bila dipandang dari jalinan hukum, atau akad antarpara pihak, " tutur MUI.
Komisi Pengkajian serta Riset Fatwa MUI, Cholil Nafis menilainya rencana BPJS sesungguhnya mengacu pola asuransi konvensional atau mu'awadhah (ganti menukar), di mana peserta harus membayar iuran, sesudah membayar, peserta memperoleh sarana jaminan kesehatan sesuai sama premi yang sudah dibayarkan.
Kenyataannya, kontrak proses BPJS Kesehatan sekarang ini malah memakai system subsidi silang, dimana peserta yang dapat menolong peserta yg tidak dapat atau gotong royong. Sayangnya, tak ada akad kontrak yang pasti berkenaan proses subsidi silang oleh BPJS Kesehatan.
Bila kenyataannya sekian, Cholil menuturkan, semestinya BPJS Kesehatan mengaplikasikan kontrak tabarru', atau perpindahan hak peserta pada peserta lain tanpa ada memperoleh keuntungan, atau imbalan, seperti berderma, sumbangan atau wakaf.
Dengan pola tabarru' ini, lanjut dia, kelihatannya sesuai sama rencana tolong membantu yang disebut BPJS Kesehatan.
" Nah, BPJS yang ada saat ini (akad) apa yang digunakan? Jadi, di sinilah ketidakjelasan itu, lantaran tak sesuai sama kenyataan. BPJS Kesehatan tidak cocok syariah, " jelas Cholil.
Di samping itu, MUI juga menyoroti denda administratif sebesar dua % per bln. dari keseluruhan iuran yang tertunggak disebabkan keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta pekerja penerima gaji ataupun peserta bukanlah penerima gaji.
" Apakah denda administratif sebesar dua % per bln. dari keseluruhan iuran
yang dikenakan pada peserta disebabkan terlambat membayar iuran tak
bertentangan dengan prinsip syriah? " bertanya MUI.
Pada dasarnya, system jaminan sosial berdasar pada azas tolong-menolong, individunya sama-sama menanggung keduanya, serta wilayahnya rasakan kecintaan, persaudaraan, dan itsar (memprioritaskan kebutuhan orang lain), jadi hal itu membuat orang-orang yang kokoh, kuat, serta tak dipengaruhi oleh goncangan-goncangan yang berlangsung.
Dengan hal tersebut, harus untuk tiap-tiap individu umat Islam untuk penuhi batas minimum keperluan hidup seperti sandang pangan, papan, pendidikan, fasilitas kesehatan, serta penyembuhan.
Bila beberapa hal pokok ini tak tercukupi, mungkin mengakibatkannya lakukan tindakan-tindakan kriminil, bunuh diri, serta terperosok pada perkara-perkara
yang hina serta rusak. " Selanjutnya, robohlah bangunan sosial di orang-orang. "
Atas basic itu, MUI mereferensikan pemerintah supaya bikin standard minimal, atau skala hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan yang berlaku untuk tiap-tiap masyarakat negeri juga sebagai bentuk service umum juga sebagai modal basic untuk terwujudnya situasi kondusif di orang-orang tanpa ada lihat latar belakangnya.
" Supaya pemerintah membuat ketentuan, system, serta memformat modus operandi
BPJS Kesehatan, supaya sesuai sama prinsip syariah, " jelas MUI. (asp)
ConversionConversion EmoticonEmoticon